PB- Transisinews.my.id. Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy mendorong seluruh masyarakat Kabupaten Manokwari dan Provinsi Papua Barat, bahkan masyarakat se Tanah Papua, agar dapat hadir dan datang ketempat pemungutan suara (TPS) nya masing- masing untuk menyalurkan aspirasi politiknya dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu), yaitu Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden. Waktu kampanye segera berakhir hari Sabtu (10/2) sesuai jadwal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebagai salah satu Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) ditanah Papua, saya memandang bahwa keterpilihan para calon anggota Legislatif baik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manokwari dan Kabupaten/kota di Tanah Papua sedapat mungkin “diberikan” kepercayaan kepada wakil- wakil yang berasal dari warga masyarakat Orang Asli Papua (OAP). Alasannya adalah karena kepentingan setiap daerah kabupaten/kota di Tanah Papua,
kepentingan keberpihakan kebijakan daerah bagi kesejahteraan OAP. Sehingga adalah sangat rasional dan penting bahwa eksistensi wakil rakyat OAP mesti menjadi pertimbangan pertama dan utama. Saya juga mendorong para calon wakil rakyat di DPRD Kabupaten/Kota di Tanah Papua, termasuk di Manokwari untuk memastikan bahwa kehadiran mereka di parlemen lokal akan memberi kesejukan dan kenyamanan bagi semua warga masyarakat pemilihnya baik dari kalangan OAP dan non OAP secara berkeadilan. Di DPR Papua pada 6 (enam) Provinsi di Tanah Papua,
Sembari Warinussy Menuturkan dapat diberi prosi yang berkeadilan bagi rakyat OAP dan non OAP yang mampu memberi kepastian perlindungan hukum dan HAM bagi seluruh lapisan masyarakat disetiap provinsi di Tanah Papua. Sementara pada DPR RI dan DPD RI di Jakarta semestinya terpilih calon- calon wakil rakyat dari kalangan OAP, karena di kedua lembaga tinggi negara tersebut (DPR RI dan DPD RI) tersebut, kepentingan politik dan harga diri OAP menjadi taruhan penting sepeninggal adanya kebijakan Otonomi Khusus di Tanah Papua yang dalam banyak kasus belum memberi jaminan perlindungan terhadap Hak- hak dasar OAP serta belum mampu memberi jaminan bagi berlangsung penegakan hukum yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Papua, khususnya OAP. Tuturnya
” Sementara itu bagi kepentingan pemilu Presiden Republik Indonesia yang Baru, dari ketiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, sudah terlihat apa yang menjadi visi dan misi masing- masing serta telah dapat diperkirakan apa yang bakal dilakukan ketiga mereka memperoleh mandat rakyat Indonesia untuk memimpin bangsa yang besar ini, iaitu bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Rakyat diIndonesia dan di Tanah Papua semestinya memahami siapa dari antara ketiga pasangan calon tersebut yang memiliki rekam jejak baik dan mampu melakukan upaya perbaikan terhadap ketersediaan lapangan kerja bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia.
Siapa diantara para calon Presiden- Wakil Presiden itu yang bisa diharapkan menjadi Pemimpin terdepan dalam upaya pemberantasan korupsi yang senantiasa menyengsarakan bangsa Indonesia. Siapa capres dan cawapres yang dipandang mampu memperbaiki kesejahteraan sosial dan ekonomi rakyat dan bangsa Indonesia melalui pengentasan kemiskinan dan menata kepemilikan lahan dalam jumlah besar yang dikuasai oknum tertentu secara luas di Tanah Air.
Siapa capres dan cawapres yang dijamin dapat menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM Berat diIndonesia dan secara khusus di Tanah Papua sebagai Tanah konflik politik selama lebih dari 50 tahun terakhir ini. Serta siapa capres dan cawapres yang mampu memberi jaminan akan dihentikannya operasi militer berselubung eksploitasi sumber daya alam Tanah Papua demi kepentingan investasi kelompok pebisnis yang dekat dengan kekuasaan negara selama 10 tahun terakhir ini dan senantiasa menimbulkan korban- korban dugaan pelanggaran HAM berat yang bersifat sistematis dan struktural tanpa penyelesaian hukum, jelas Warinussy adalah tokoh HAM Papua
” dan politik yang berkeadilan menurut amanat Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Kesusksesan Negara dalam menyelesaikan konflik bersenjata dibekas Provinsi Timor Timur (kini Negara Timor Leste) dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam kiranya menjadi “cemeti” bagi pasangan capres dan cawapres yang mampu segera merancang langkah strategis penyelesaian konflik laten politik dengan pendekatan militer yang telah menyisakan kesengsaraan rakyat Indonesia yang menjadi penduduk asli Tanah Papua sebelum dan sesudah adanya
kebijakan Otonomi Khusus (Otsus). Memorial pasionis (ingatan penderitaan) rakyat Papua (OAP) kiranya menjadi salah satu rujukan penting dalam menentukan siapa capres dan cawapres yang tentu bukan “pelaku” dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua dan sekaligus menjadi pembelajaran bagi negara yang tidak pernah menuntaskan proses hukum yang bertanggung jawab dan dapat menghadirkan keadilan bagi bangsa Indonesia dan OAP tentang “pelaku” dugaan Pelanggaran HAM di negara sebelum dan pasca reformasi 1999 yang tidak pernah diproses hingga dibawa ke Pengadilan HAM, guna mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum.