Lensa Pewarta News
Surabaya – Pengamat hukum Didi Sungkono S.H., M.H., angkat bicara terkait sering tewasnya mahasiswa (Taruna) yang kuliah dibawah naungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Yang terbaru, mahasiswa (Taruna) asal pulau Bali bernama Putu (19) menjadi “tumbal” keganasan senior, merenggang nyawa karena di aniaya seniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta.
“Harusnya diperbaiki sistemnya, bongkar total. Kemenhub seakan tidak pernah belajar dari kejadian yang ada. Hampir tiap tahun sekolah-sekolah kedinasan dibawah naungan Kemenhub memakan “tumbal” putra-putri terbaik anak bangsa, yang merupakan harapan keluarga dan orangtua menjadi korban keganasan oknum-oknum tersebut,” ujar Didi Sungkono, Selasa (7/5/2024).
“Kalau seperti ini harus dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam, yang bodoh ini siapa ?, yang alergi kritik ini siapa ?, yang dungu dan tidak mau mendengar kritik yang konstruktif ini siapa ?, dari Kemenhub, Dirjen atau Direkturnya ?,” tegas Didi Sungkono yang juga pengamat Kepolisian ini.
Lebih jauh Didi Sungkono menambahkan, “Pola pengasuhan senioritas dan junior hendaknya tidak usah diberlakukan, sekolah apa ini ?. Kemenhub ini murni sipil, harusnya yang ditekankan terkait cara, etika bagaimana melayani masyarakat dengan baik. Ada kesantunan, bukan bergaya sok jago, preman, melebihi militer, berpakaian loreng kayak militer memakai baret, sepatu lars. Kan lucu, ini pembodohan, kemunduran pola-pola berpikir.”
“Cara berpakaian, bersikap, harus benar-benar direformasi total. Karena sudah jelas arah maksud dan tujuan, Undang-Undangnya sangat jelas melaksanakan UU No 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ kalau memang kelak bertugas di LLAJ dan dirjen darat,” kata Didi.
“Kalau kelak bertugas dipelayaran PoltekPel yang diperdalam ya terkait UU No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, serta dibekali SOP bagaimana pola asuh yang baik, diajari terkait yang tidak boleh menggunakan cara-cara kekerasan (pemukulan), karena ini adalah sebuah kejahatan sebagaimana diatur dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) serta diajari tentang UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM, dan harus dijalankan terkait penjabaran aplikasi dari PANCASILA, bukan malah bersikap arogan, senioritas junioritas. Kalian-kalian ini siapa ?. Kok bisa salah kaprah ini,” tegas Didi Sungkono.
Menurut Didi Sungkono, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenhub harus bertanggung jawab penuh.
“Kalau memang tidak mampu, belajar dari Polri, koordinasi dengan Lemdiklat Polri atau ASDM Polri, biar kedepan tidak memakan korban lagi. Karena Polri adalah Penegak hukum, Polri berdasarkan UU No 02 Tahun 2002 adalah penjaga keamanan dalam negeri, slogannya sangat jelas “melindungi, mengayomi dan melayani”. Kemenhub harus belajar dari Polri kalau mau berubah dan berbenah, solusinya kurikulumnya harus dibenahi dan direformasi total,” ungkap Didi.
Didi mengatakan bahwa seharusnya kampus melakukan pembinaan secara intens dan pengawasan dalam setiap aktivitas mahasiswa, Begitu lengah, kata dia, maka kasus kekerasan di kampus muncul lagi. Ia menyebut kasus kekerasan tersebut karena kultur relasi kuasa di kampus antara senioritas dengan junioritas.
“Tradisi ini harusnya dipotong karena tradisi ini tradisi kekerasan, kasus kematian mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Putu Satria Ananta Rustika (19) diusut tuntas dan harus dikembangkan direktur juga ikut bertanggung jawab penuh, Selain itu ia menekankan perlunya evaluasi dalam kasus kekerasan tersebut. Evaluasi pihak-pihak mana yang terlibat. Tegakkan aturan untuk mencari keadilan,” imbuh Didi Sungkono.
Selain itu, pihak Kemenhub juga harus melakukan investigasi kasus kekerasan tersebut. Menurut Didi, siapapun yang terlibat harus mendapat ganjaran hukum yang setimpal, minimal copot direkturnya.
“Harus ada hukuman secara pidana dan hukuman secara administratif dari Kemenhub, setiap kampus mempunyai aturan agar tidak melakukan kekerasan. Ia menduga kasus kekerasan yang berujung pada kematian di kampus STIP ini karena lemahnya pengawasan dari pihak kampus,” kata Didi.
“Ini ada keterlibatan dari para senior, harusnya ini diwaspadai ketika ada hal-hal seperti ini. Ini perlu dicek apakah kegiatan ini legal atau tidak,” ucapnya.
“Pihak kampus harus mencermati Standar Operasional Prosedur (SOP) diterapkan dengan baik SOP di kampus tersebut tidak berjalan dengan baik,” terangnya.
Diakhir kata, Didi Sungkono menegaskan senioritas yang gila hormat di sekolah kedinasan, yang sok bergaya militer ini bikin malu anak bangsa yang lain.
“Kemunduran total, peran Badan Pengembangan SDM Kemenhub sangat besar untuk mereformasi ini secara serius. Mendidik junior tidak harus dengan kekerasan (pemukulan). Ini sudah kejahatan serius, berarti Kemenhub tidak berubah dan tidak berbenah, tidak belajar dari lembaga negara yang lain. Polri sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum harus diminta untuk adakan supervisi hukum, Kemenhub harus koordinasi dengan Polres setempat, meminta arahan dan saran terkait hukum,” pungkas Didi Sungkono.
Perlu diketahui, beberapa waktu lalu, Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol. Gidion Arif Setyawan mengatakan kasus penganiayaan hingga ada korban meninggal dunia, awalnya diketahui setelah ada laporan. Laporan disampaikan setelah korban dilarikan ke RS Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
“Ada dugaan akibat kekerasan dilakukan oknum seniornya tingkat dua dalam kegiatan tadi pagi terhadap korban. Kami sudah melakukan pemeriksaan dan sudah kami tetapkan salah seorang mahasiswa bernama Tegar (21) sebagai pelaku tunggal,” ujarnya.
Korban yang tewas merupakan taruna asal Bali. Ia meregang nyawa karena dipukul tepat di ulu hati, saking kerasnya pukulan tersebut, ulu hati korban sampai pecah. Penganiayaan terjadi hanya karena Putu (korban) memakai baju olahraga ketika memasuki ruang kelas. TKP ada di kamar mandi.
Reporter : Agus/Redho