Lensa Pewarta News
Reporter : Agus Suprianto
Surabaya – Warga perumahan Darmo Hill Surabaya sudah bulat ingin mengelola lingkungannya sendiri melalui RT.04 untuk kemaslahatan seluruh warga perumahan.
Hal itu disampaikan oleh Gunawan, ketua RT.04 Darmo Hill usai menghadiri rapat koordinasi (rakor) antara warga dengan PT. Dharma Bhakti Adijaya (pengembang) dan perwakilan Pemkot Surabaya serta Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Kamis (4/7) diruang pertemuan lantai 3 kantor Kejari Surabaya.
“Selama 20 tahun menarik IPL tidak ada perubahan dalam fasilitas perumahan, bahkan fasilitas satu-satunya yakni lapangan tenis sekarang pun dibongkar,” ujarnya.
Terkait pertemuan yang dibalut dalam rakor, hasil keputusannya semua akan dikembalikan ke Pemkot Surabaya sebagai penguasa Barang Milik Daerah (BMD) untuk memutuskan siapa yang akan mengelola lingkungan di perumahan Darmo Hill.
Namun yang pasti, warga menolak PT. Dharma Bhakti Adijaya untuk ikut campur didalamnya. Hal tersebut karena warga perumahan sudah tidak memiliki lagi kepercayaan kepada pengembang tersebut.
Hal itu disebabkan karena setelah 20 tahun lebih mengelola, tidak pernah ada pembangunan fasum/fasos, serta laporan keuangan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Bahkan satu-satunya fasum yang ada berupa lapangan tenis, telah di bongkar dan diduga dikavling untuk diperjual belikan.
“Warga ingin mengelola sendiri, sedangkan pengembang ingin tetap yang mengelola, dengan dasar putusan MA dalam gugatan terhadap 4 mantan pengurus RT.04,” ujar salah satu pengurus RT.
Menurut pengurus RT.04, Putusan Mahkamah Agung (MA) tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk memaksa warga perumahan Darmo Hill untuk mematuhi keputusan tersebut.
“RT.04 dan warga bukan termasuk dalam pihak yang digugat dalam keputusan tersebut. Kami ini dianggap apa, enak saja memutuskan siapa yang mengurus rumah tangga kami,” ujar salah satu warga dengan kesal.
“Menurut pandangan kita, putusan MA tidak mengikat warga, karena warga bukanlah para pihak yang bersengketa, dan lagian 235 warga telah memberikan mandat pada RT.04 untuk mewakili mereka untuk mengelola,” ujar warga.
Pengembang tidak bisa ikut campur lagi terkait Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) karena Prasarana dan Sarana Utilitas (PSU) perumahan sudah diserahkan Pemkot Surabaya.
“Sesuai Permen PUPR no 10 tahun 2010, setelah PSU diserahkan, maka pengelolaan juga harus diserahkan dan dilaksanakan sesuai keinginan mayoritas warga,” ujarnya.
Warga yang ikut rakor juga mengatakan bahwa dirinya dan ratusan lainnya membeli tanah kavling dari pengembang, bukan rumah siap huni. Masing-masing warga membangun sendiri rumahnya.
“PT. Dharma Bhakti Adijaya tidak memiliki dasar mengelola lingkungan di Perumahan Darmo Hill, karena bukan pelaku pembangunan seperti yang dimaksud pasal 1 Permen PUPR No.10 tahun 2010 ayat 20,” ujar warga.
Menurut warga ada hal menarik di dalam rakor tersebut, dimana Prasetyo selaku direktur PT. Dharma Bhakti Adijaya menyampaikan bahwa sebenarnya mereka tidak keberatan bahwa warga ingin mengelola IPL nya sendiri, asal diajak bicara baik-baik.
Namun ketika ucapan itu di apresiasi oleh salah satu wakil warga RT.04, nampak pengacara PT. Dharma Bhakti Adijaya, Deddy, menganulir pernyataan direkturnya tersebut, sehingga rapat yang tadinya adem langsung memanas.
Padahal ucapan tersebut sempat juga di apresiasi oleh Fitri, pejabat BPKAD Surabaya. Fitri menyampaikan bilamana pengelolaan di berikan ke warga, agar PT. Dharma Bhakti Adijaya bisa legowo dan menerimanya. Namun ucapan tersebut segera dibantah lagi oleh developer.
Karena terkesan PT. Dharma Bhakti Adijaya tidak bisa dipegang ucapannya, dan tidak ada titik temu dengan warga, sehingga rapat mengalami deadlock, dan kewenangan dikembalikan ke Pemkot Surabaya sebagai penguasa aset daerah untuk mengambil keputusan terkait pengelolaan tersebut.
Dari pihak Pemkot Surabaya maupun Kejaksaan Negeri Surabaya menyampaikan akan melaporkan hasil rapat pada pimpinan masing-masing.
Perwakilan warga berharap bahwa Pemkot bisa mengambil keputusan yang membela warganya, mengingat RT.04 adalah kepanjangan tangan dari pemerintah Kota. Sudah seyogyanya Cak Eri Cahyadi Walikota Surabaya membantu warganya agar hidupnya sejahtera.
Dalam rakor, warga juga membacakan Komunike bersama warga RT.04, RW.05, Kelurahan Dukuh Pakis, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya.
Komunike dan pernyataan sikap warga dibuat sebagai keputusan final terhadap polemik yang menyangkut pengelolaan lingkungan.
Berikut Komunike yang dibacakan oleh warga pada saat rapat koordinasi di kantor Kejari Surabaya.
Ijinkan kami mengutip Preambule UUD’45 yang berbunyi bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Untuk selanjutnya UUD’45 juga sudah menegaskan bahwa sebagai warga negara Indonesia, maka hak-hak yang dilindungi antara lain adalah:
1. Hak untuk mempunyai, hak milik pribadi, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak untuk beragama, hak untuk tidak diperbudak.
Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, hal ini sesuai dengan Pasal 28 I ayat 1.
2. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum (Pasal 28 D ayat 1)
3. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya (pasal 28 C ayat (2)
4. Hak untuk dapat hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1)
Dalam polemik antara warga dan PT,. Dharma Bhakti Adijaya yang telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun, kami warga RT.04/RW.05 Kelurahan Dukuh Pakis, Kecamatan Dukuh Pakis telah bersepakat untuk tidak akan menerima PT. DBA atau pihak manapun yang ditunjuk oleh Pemkot untuk mengelola lingkungan kami.
Kami warga RT.04/RW.05 telah bersepakat seia sekata untuk mengelola lingkungan kami secara madiri melalui organisasi RT.04 yang merupakan bagian dari organisasi Pemerintahan Kota Surabaya yang sah.
Pada kesempatan ini juga warga RT.04 berharap agar negara yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah Kota Surabaya “HADIR” untuk warganya dan bisa mengambil keputusan yang tegas untuk membela kepentingan warganya.
Dan tidak membela yang lain, terutama PT. DBA yang telah lebih dari 20 tahun mengelola lingkungan secara tidak amanah, tidak bisa mempertanggung jawabkan secara keuangan.
Dan bahkan sudah terbukti memiliki itikad tidak baik dengan “dugaan” akan melakukan penjualan aset milik daerah berupa fasum yang telah diserahkan pada Pemkot pada tahun 2000 yang silam,
Janji-janji PT. DBA mengenai pembangunan fasum/fasos berupa club house dan lapangan olah raga kami mohon pada pemkot dan semua pihak terkait untuk di mintakan pertanggungjawaban pada PT. DBA sebagai wujud keberpihakan negara pada warganya
Selebihnya kami warga RT.04 menyerahkan pada Pemkot agar hak-hak warga untuk mendapatkan hak-haknya sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku bisa diperjuangkan secara maksimal sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.
Demikian pernyataan dan kesepakatan yang dibuat oleh seluruh warga RT.04 Kelurahan Dukuh Pakis yang telah menandatangani mandat kepada pengurus RT.04 Kelurahan Dukuh Pakis.
Sementara itu, usai rapat, Candra anggota intelijen Kejari Surabaya dikonfirmasi media via telepon aplikasi WhatsApp (WA) namun jaringan telepon kurang bagus, akhirnya ia menjawab melalui pesan WA.
“Mas pertanyaan di wa yaa. Nanti kami jawab. Saya lanjut rapat yg lain,” jawabnya.
Ada tiga konfirmasi yang dilayangkan media yakni hasil dari rapat, langkah Kejari Surabaya usai rapat, dan siapa inisiasi rapat, mengingat masalah ini domain dari Pemkot Surabaya.
Pada sore hari, Candra memberi jawaban konfirmasi media via pesan WA. Dalam jawabannya menyatakan bahwa hasil rapat belum ada titik temu. Masih akan dikaji lagi oleh Pemkot.
Untuk langkah usai rapat, Kejari Surabaya akan berkordinasi dengan Pemkot Surabaya terkait solusi masalah tersebut
Terkait siapa inisiasi rapat, sehingga Kejari Surabaya ikut rapat dan bertempat di kantor Kejari Surabaya, Candra menjawab bahwa Kejari diundang selaku narasumber.
“Narasumber untuk memberikan saran masukan, dan kebetulan rapat kali ini bertempat di Kejari Surabaya,’ jawabnya.
Terkait kelanjutan persoalan apakah ditangani Pemkot Surabaya dan apakah Kejaksaan juga ikut tangani, Candra menjawab bahwa Kejaksaan sebagai narasumber, “Lead nya tetap di pemkot,” jawabnya.