” TAN PENG NIO “

admin
Fb Img 1740893405816

Lensa Pewarta News

Oleh : Redaksi

Mungkin orang – orang Indonesia sebagian ada yang belum mengenal siapa gadis cantik ini. Dia adalah Raden Ayu Tan Peng Nio, seorang perempuan pejuang keturunan Tionghoa. Ia sering melibatkan dirinya dalam perang Geger Pacinan melawan tentara Belanda. Ia dijuluki dengan sebutan “MULAN VAN JAVA”

Namun, sebelum ia terjun ke dunia peperangan, kisah hidupnya penuh liku-liku yang dimulai dari keluarga dan keputusan berani yang diambilnya saat itu.

Tan Peng Nio adalah anak dari Jenderal Tan Wan Swee, seorang tokoh yang tidak hanya berpengaruh di Tiongkok, tetapi juga terlibat dalam pemberontakan yang gagal terhadap Kaisar Qian Long dari Dinasti Qing. Konflik antara Tan Wan Swee dan kaisar membuatnya berpikir untuk melindungi sang putri.

Dalam keputusan yang penuh pertimbangan, Jenderal Tan Wan Swee menitipkan Tan Peng Nio kepada sahabatnya, Lia Beeng Goe. Lia Beeng Goe, selain menjadi ahli pembuat peti mati, juga memiliki keahlian dalam bela diri. Langkah ini membawa Tan Peng Nio ke perjalanan yang tak terduga.

Saat pemberontakan terhadap kaisar gagal, Tan Peng Nio dan Lia Beeng Goe memutuskan untuk melarikan diri. Mereka melakukan pelarian hingga ke Singapura, dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Sunda Kalapa, yang kini dikenal sebagai Jakarta. Di sana, Tan Peng Nio tidak hanya berusaha menyembunyikan identitasnya, tetapi juga mulai mengasah keterampilan bela diri dari Lia Beeng Goe.

Pada tahun 1740, kisah heroik Tan Peng Nio mencapai puncaknya ketika terjadi Geger Pacinan. Peristiwa ini dikenal sebagai huru-hara di mana etnis Tionghoa menjadi sasaran pembantaian oleh tentara VOC Belanda. Dalam situasi genting ini, Tan Peng Nio dan Lia Beeng Goe mengungsi ke arah Timur, mencapai Kutowinangun yaitu Kebumen, Jawa Tengah.

Di Kutowinangun, kisah perjalanan Tan Peng Nio berlanjut ketika ia bertemu dengan Kiai Honggoyudho, seorang ahli pembuat senjata. Bersama-sama, mereka membentuk pasukan bentukan KRAT Kolopaking II untuk melawan penindasan Belanda yang terus berlanjut.

Selama 16 tahun (1741-1757), Tan Peng Nio berada di garis depan perang bersama 200 pasukan KRAT Kolopaking II, yang dikirimkan untuk memberikan dukungan kepada pasukan Pangeran Garendi. Dalam perjalanan ini, ia bahkan dikabarkan menyamar sebagai seorang prajurit laki-laki untuk menghindari pengungkapan identitasnya. Perang berakhir dengan perundingan Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755.

Setelah perang berakhir, Tan Peng Nio menikah dengan KRT Kolopaking III. Pasangan ini memilih untuk menetap di Kutowinangun, Kebumen, Jawa Tengah. Dari pernikahan mereka, lahir dua orang anak, KRT Endang Kertawangsa dan RA Mulat Ningrum.

Tan Peng Nio dikebumikan di tengah pesawahan dengan penuh kehormatan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Alian, Kebumen, Jawa Tengah. Makamnya dibangun dengan gaya tradisional Tionghoa yang mencerminkan warisan budayanya.

Makan Tan Peng Nio di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah

• Sumber dari Buku Tan Peng Nio

Baner iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ojo di copast cuk !!