Bojonegoro | Viral aktivitas tambang ilegal di Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro memicu polemik setelah marak diberitakan beberapa media online di Bojonegoro.
Kegiatan eksplorasi alam tersebut diduga dikelola oleh seorang pengusaha yakni H. Imron, asal Bojonegoro, tanpa izin lengkap dan bahkan beroperasi di atas lahan yang diduga juga merupakan Tanah Solo Valley.
Ironisnya, meski telah berjalan, tidak ada kontribusi yang diberikan oleh pihak pengelola kepada Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Akibatnya, potensi kerugian negara kian besar, baik dari sisi pajak yang tidak terserap maupun retribusi yang terlewat.
Tak hanya merugikan secara ekonomi, aktivitas tambang liar tersebut juga ditengarai mengancam ekosistem serta infrastruktur jalan milik pemerintah daerah, seperti jalan poros desa dan kabupaten.
Publik pun turut mempertanyakan, siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi kerusakan parah akibat aktivitas berat kendaraan tambang?
Upaya konfirmasi terhadap salah satu orang kepercayaan H. Imron yang yaitu Yanto yang disebut sebagai pengelola tambang hingga kini belum membuahkan hasil. Saat dihubungi awak media ini melalui aplikasi WhatsApp hari Kamis, 8 Mei 2025 hingga saat berita diunggah tak jawaban jelas
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh APH yang memiliki peran dalam penegakan hukum. Saat dikonfirmasi melalui saluran yang sama, ia juga belum memberikan tanggapan. (Mungkin sedang sibuk).
Dengan adanya tambang yang diduga ilegal, kerugian negara tersebut tak bisa dianggap sepele.
Selain berpotensi menyebabkan kebocoran pendapatan daerah, penggunaan bahan bakar bersubsidi untuk kepentingan industri ilegal juga dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap hak rakyat.
Sebagai informasi, kegiatan tambang tanpa izin jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tak hanya itu, penggunaan BBM subsidi untuk industri non-rakyat melanggar Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014.
“Apakah hukum hanya tajam ke bawah?” Pertanyaan klasik ini kembali mencuat, mencerminkan kekecewaan publik terhadap penegakan hukum yang dinilai tidak berpihak pada keadilan. Dan tim akan terus minta jawaban APH Bojonegoro. (Gr)