Miris ! Mangkraknya Bangunan kantor Kecamatan Bluluk yang Telan Anggaran Miliaran Rupiah

lensapewartanews11
Img 20250523 Wa0037

Lamongan | Setelah bertahun-tahun membisu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Lamongan akhirnya angkat bicara terkait proyek pembangunan Kantor Kecamatan Bluluk yang kini mangkrak dan menyisakan bara konflik agraria di tengah masyarakat.

Dalam kasus yang menyeret nama mantan Camat Bluluk, Syam Teguh Wahono, Pemkab Lamongan mengaku telah menggelar rapat koordinasi tertutup bersama Inspektorat di ruang Sekretaris Daerah (Sekdakab) Lamongan.

Img 20250523 070844 Removebg Preview

“Sudah kita bahas beberapa hari lalu bersama Inspektorat. Bahkan Pak Sekda Moh Nalikan juga hadir langsung,” ujar Sekretaris Dinas PMD, Gatot Sugiharto kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).

Namun, ketika ditanya hasil rapat, Gatot memilih irit bicara. “Kami belum bisa menyampaikan jawabannya,” katanya, singkat.

Ambisi Tanpa Musyawarah

Proyek yang menyedot anggaran negara hingga Rp1,3 miliar itu kini tak lebih dari kerangka beton kusam di atas lahan yang statusnya dipertanyakan. Bangunan tersebut kini menjadi monumen bisu dari ambisi seorang camat yang diduga mengabaikan suara warga dan prosedur hukum.

Syam Teguh Wahono, yang kini menjabat Camat Laren, disebut-sebut sebagai aktor utama di balik proyek bermasalah ini. Ia diduga nekat membangun kantor kecamatan di atas tanah kas desa (TKD) tanpa restu Musyawarah Desa (Musdes) dan tanpa legalitas sah.

“Musdes jelas menolak. Tapi Pak Camat tetap memaksa saya mencarikan lahan pengganti,” ujar Puwanto, Kades Bluluk.

Tak hanya itu, material proyek bahkan sudah dikirim sebelum lahan pengganti tersedia. “Ini jelas bentuk arogansi kekuasaan,” sambungnya.

Plang Ditancapkan, Kepala Desa Malah Ditekan

Alih-alih menghormati aspirasi warga, Syam Teguh justru mengerahkan tekanan. Ketika Kades Purwanto memasang plang larangan di lahan proyek, ia malah dipanggil ke Polsek Bluluk.

“Saya tegaskan, ini bukan ranah kepolisian. Ini urusan keputusan warga desa. Tapi Pak Camat seolah tak peduli suara rakyat,” katanya.

Akhirnya, karena terus ditekan, Purwanto menawarkan tanah sawah ganjaran milik Sekretaris Desa (Sekdes) dan Kepala Dusun (Kasun) Bluluk seluas 3.050 m² dan 9.650 m². Namun, hingga kini, tanah itu justru membawa kerugian jangka panjang.

6 Tahun Merugi, Kompensasi Nihil

“Selama hampir 7 tahun, Sekdes dan Kasun tak bisa menikmati hak atas sawah mereka. Kalau disewakan, nilainya bisa sampai Rp4 juta per tahun,” tuturnya.

Parahnya lagi, hingga hari ini belum ada satu pun bentuk kompensasi dari Pemkab Lamongan. Padahal, menurut appraisal, nilai lahan tersebut mencapai Rp420 ribu/m². Bandingkan dengan lahan pengganti yang ditawarkan, yang disebut milik Ketua BPD Tri Suharto dan warga bernama Darsono, yang tak jelas status dan nilainya.

“Kami belum menerima kompensasi apa pun. Tapi kami tetap menahan diri. Harapan kami satu: keadilan,” ujarnya.

Diamnya Pemerintah, Ruginya Desa

Hingga berita ini diturunkan, Pemkab Lamongan belum menunjukkan tanda-tanda serius menyelesaikan masalah yang berlarut ini. Bangunan kantor kecamatan tetap mangkrak, desa tak mendapat kontribusi sepeser pun, dan warga kehilangan hak atas tanahnya.

Ironisnya, camat pengganti Syam, yakni Riko, justru menjadi satu-satunya pihak yang disebut berinisiatif mendorong penyelesaian konflik bersama BPN, BPKAD, dan Kejaksaan Negeri Lamongan.

“Yang kami tunggu sekarang cuma satu: keadilan,” pungkas Purwanto.

Sebagai informasi, mantan Camat Bluluk Syam Teguh Wahono dilaporkan Supriadi ke Kejaksaan Negeri Lamongan karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan memaksa Kades Bluluk gunakan TKD pada proses pembangunan kantor Kecamatan Bluluk tanpa Musdes. Sehingga negara dirugikan miliaran rupiah. (Bud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Nek Copast Ijin Cok !!!